Indonesia Bicara

Indonesia Bicara

Sabtu, 15 Desember 2012

Melirik Sejenak Kampung Wisata Jambangan Surabaya


Kampung Wisata Jambangan - Kampung peduli lingkungan hidup di pinggiran Kota Surabaya yang kerap dikunjungi akademisi dan environmentalis Dunia menjadi tujuan kami untuk belajar dan mencontoh teknologi tepat guna yang telah diaplikasikan di kampung ini. Aplikasi teknologi yang akan kami lirik adalah Teknologi Penjernih Air (Filter). Dengan teknologi inilah kami (HMTL FTSP - ITS Surabaya mencoba menerapkannya untuk membantu dan memberdayakan masyarakat Kampung Binaan HMTL di Kampung Tegal Mulyorejo Baru, Surabaya (lebih lengkapnya silahkan kunjungi kampungbinaan.blogspot.com)













Pemberdayaan Masyarakat Kampung Jambangan untuk menghijaukan lingkungan.











 Teknologi Komposting





 Di salah satu sudut kawasan kampung terdapat sebuah instalasi pengolahan air bersih. Instalasi sederhana ini mampu mengolah air selokan yang keruh dan bau menjadi air bersih yang dapat digunakan untuk keperluan non-konsumtif misalnya menyiram tanaman atau mencuci.









Instalator sederhana untuk mengolah limbah domestik yang masuk ke selokan menjadi air bersih setara golongan III





Rehat sejenak di Kampung Wisata Jambangan, Surabaya.













Kru Kunjungan Kampung Jambangan
(Budi L-29/Sosmas, Bima L-29/Hublu, Farid L-29/Ristek, Fahmi L-29/Ristek, Jimmy L-29/Ristek, Amalia L-29/Ristek)



Next Vacation : Trip to Karimun Jawa

- Goes to Karimun Jawa-

Dengan menggunakan perahu anda dapat berkeliling ke pulau – pulau di sekitar perairan Karimunjawa. Pulau – pulau di sekitar perairan Karimunjawa menyimpan keindahan dan keunikan masing – masing yang belum tentu bisa kita dapatkan di pulau lainnya. Pulau Karimunjawa sebagai pulau utama di gugusan ini merupakan pulau dengan jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan pulau lain. Disini banyak tersedia penginapan, Anda tinggal memilih untuk menginap di hotel atau homestay. Banyak wisatawan yang menjadikan Pulau Karimunjawa sebagai homebase mereka setelah berkeliling menjelajah eksotisme pulau – pulau di perairan Karimunjawa. (karimunjawa.com)




Minggu, 09 Desember 2012

IKA ITS Business Summit 2012














Penguatan Ekonomi Makro Indonesia Berbasis Ekonomi Kerakyatan Melalui Sektor UKM


Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan pada kita, masyarakat Indonesia, bahwa Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Penjabaran dari amanat Undang Undang Dasar 1945 tersebut, khususnya yang berkaitan dengan frasa “memajukan kesejahteraan umum,” pada hakekatnya merupakan tugas semua elemen bangsa, yakni rakyat di segala lapisan di bawah arahan pemerintah. Tidak terlalu salah jika, mengacu pada definisi tujuan pendirian negara yang mulia tersebut, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia harus dicapai dengan menerapkan prinsip “dari, oleh, dan untuk rakyat.”
Konsep tersebut telah jauh-jauh hari dipikirkan oleh Bung Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia. Beliau, bahkan jauh sebelum Schumacher, yang terkenal dengan bukunya Small is Beautiful, dan Amartya Sen, pemenang Nobel 1998 Bidang Ekonomi, berpendapat bahwa ekonomi kerakyatan merupakan bentuk perekenomian yang paling tepat bagi bangsa Indonesia (Nugroho, 1997). Orientasi utama dari ekonomi kerakyatan adalah rakyat banyak, bukan sebagian atau sekelompok kecil orang. Pandangan tersebut lahir, menurut jauh sebelum Indonesia merdeka. Bung Hatta melalui artikelnya yang berjudul “Ekonomi Rakyat” yang diterbitkan dalam harian Daulat Rakyat (20 November 1933), mengekspresikan kegundahannya melihat kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah penindasan pemerintah Hindia Belanda. Dapat dikatakan bahwa “kegundahan” hati Bung Hatta atas kondisi ekonomi rakyat Indonesia, yang waktu itu masih berada di bawah penjajahan Belanda, merupakan cikal bakal dari lahirnya, katakanlah demikian, konsep ekonomi kerakyatan.
Pemikiran akan ekonomi kerakyatan ditindaklanjuti dengan pendirian De Javasche Bank dan seiring berkembangnya dinamika bangsa maka dibentuklah Bank Indonesia. Pembentukan lembaga ini diharapkan mampu sebagai regulator dan pemantau segala kegiatan ekonomi makro dan mikro bangsa ini. Tujuan dan tugas BI saat ini sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 1999 adalah tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan. Yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar.
Sebagai langkah antisipatif dalam menekan laju krisis ekonomi sehingga nilai tukar rupiah tetap pada posisi stabil maka tidak cukup dengan mengandalkan kekuatan ekonomi makro saja. Namun paradigma sekarang adalah bagaimana menciptakan penyokong-penyokong ekonomi makro tersebut yakni dengan menyusupkan komponen ekonomi mikro yakni sektor UKM (usaha kecil menengah). UKM memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Mudradjad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2008 mengemukakan bahwa UKM terbukti tahan terhadap krisis dan mampu survive karena, pertama, tidak memiliki utang luar negeri. Kedua, tidak banyak utang ke perbankan karena mereka dianggap unbankable. Ketiga, menggunakan input lokal. Keempat, berorientasi ekspor. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.
Pada masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, UKM dapat bertahan dan mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan demikian UKM dapat dijadikan andalan untuk masa yang akan datang dan harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif, serta persoalan-persoalan yang menghambat usaha-usaha pemberdayaan UKM harus dihilangkan. Konstitusi kebijakan ekonomi Pemerintah harus menempatkan UKM sebagai prioritas utama dalam pemulihan ekonomi, untuk membuka kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran. Selain itu, adanya hubungan sekuensial antara UKM dan bank juga dapat meminimalisir kesenjangan yang selama ini terjadi antara konglomerat dan masyarakat kelas bawah sehingga kekuatan ekonomi makro Indonesia dapat bertahan ditengah terpaan krisis global hanya dengan sokongan sektor mikro.

Optimalisasi Produksi Dalam Negeri Sebagai Upaya Meningkatkan Kedaulatan Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Bebas


Pertumbuhan sektor industri ini masih jauh dari memuaskan, bahkan gejala de-industrialisasi dini yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, kini makin kuat dirasakan. Ini  antara lain terlihat dari pertumbuhan sektor ini yang masih jauh di bawah pertumbuhan PDB. Sektor ini terus mengalami perlambatan hingga mencapai titik terendah pada triwulan ketiga, dengan pertumbuhan hanya 1,3 persen (KADIN, 2010)
Pelemahan kinerja sektor ini telah menimbulkan dampak yang sangat luas bagi perekonomian. Struktur ekonomi menjadi semakin rapuh, karena hanya didukung oleh perkembangan sektor-sektor yang kurang menyerap tenaga kerja formal dan cenderung menyerap pekerja informal. Gejala tersebut perlu segera diatasi karena tidak sejalan dengan pematangan struktur ekonomi agar menjadi lebih tangguh dan modern, yang bisa menyejahterakan lapisan terbesar masyarakat.  Indonesia akan sangat sulit menjadi negara maju jika sektor informal terlalu besar, karena produktivitas perekonomian akan sulit berkembang. Tantangan bagi sektor industri manufaktur terus menghadang.  Akhir-akhir ini deraan krisis listrik kian menjadi-jadi. Ditambah lagi dengan implementasi Asean-China free trade agreement (ACFTA) yang nyaris penuh mulai 2010. Apabila kita melihat secara global, sejatinya ACFTA ibarat dua mata uang yang memiliki keuntungan. Di satu sisi bangsa ini dapat mempromosikan secara gencar produk dalam negeri di pasaran internasional, sementara di sisi lain pembiayaan ekspor produk dalam negeri dapat diminimalisir. Namun keuntungan ini sangat kecil harapannya karena belum didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang memadai.
Di awal tahun 2012, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendongkrak penggunaan produk-produk dalam negeri dalam mengahadapi perdagangan bebas regional maupun internasional, baik melalui penerapan berbagai macam regulasi teknis dan tata niaga untuk pengamanan pasar dalam negeri, serta program-program promosi seperti kampanye cinta produk dalam negeri, sosialisasi produk dalam negeri maupun pameran-pameran. Pemerintah juga mengajak kepada semua pihak agar terus memberikan dukungan untuk meningkatkan daya saing melalui optimalisasi penggunaan produk dalam negeri dengan menjaga kualitas dan standar. Langkah teknis yang dilakukan pemerintah pertama kali yakni restrukturisasi industri. Langkah ini terkait dengan pemanfaatan teknologi yang efisien, hemat energi, dan ramah lingkungan melalui restrukturisasi permesinan atau peralatan produksi yang lebih eco-friendly. Misalnya pada industri tekstil dan alas kaki, industri gula, serta industri pupuk.
Selanjutnya, menjamin kecukupan bahan baku yang terkait dengan pengembangan industri hulu seperti industri gas,kimia dasar, dan logam dasar. Diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) industri melalui fasilitasi pembangunan unit pelayanan teknis (UPT) untuk mendukung pelatihan dengan keahlian khusus di bidang industri. Dan yang terakhir yakni perbaikan pelayanan publik melalui birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Sementara itu, di bidang perdagangan, pemerintah melalui kementerian perindustrian telah melakukan inisiatif untuk penguatan pasar dalam negeri melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk industri, kebijakan Tata Niaga seperti penerapan Importir Produsen (IP) maupun Importir Terdaftar (IT), penerapan trade defends seperti safeguardanti dumping, dan countervailing duties, serta optimalisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di semua lini kehidupan dan kegiatan perekonomian. 
Upaya-upaya tersebut telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, di mana pertumbuhan industri non-migas pada akhir tahun 2011 mencapai 6,83% lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,46%. “Kita semua patut mensyukuri hal tersebut, di mana peningkatan itu merupakan yang pertama kali sejak tahun 2005,” ungkapnya. Menperin menjelaskan, jika tercatat pertumbuhan industri di atas pertumbuhan ekonomi, itu menjadi salah satu indikator pergerakan dan pertumbuhan industri dalam negeri ke arah yang positif (Kemenperin, 2012).
Peningkatan kemampuan industri dalam negeri harus dipacu melalui kegiatan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai Instruksi Presiden RI nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Hal tersebut penting dilaksanakan untuk mengukur kemampuan industri nasional dalam menghadapi dinamisme persaingan industri secara global. Berbagai kebijakan diarahkan kepada optimalisasi penggunaan produk dalam negeri, terutama pada pengadaan barang atau jasa oleh Pemerintah. Hal ini sesuai Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010. Sehingga nantinya diharapkan TKDN akan tampil sebagai identitas suatu produk industri dalam negeri. Melalui serangkaian produk hukum yang telah diupayakan pemerintah diharapkan daya saing industri Indonesia dapat teroptimalisasi disertai daya dukung masyarakat dalam menggunakan produk-produk dalam negeri.

Kamis, 21 Juni 2012

Asas Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan



Prospek penegakan hukum dibidang pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup saat ini tengah berada dalam kondisi yang riskan (Wihardandi, 2012). Meksipun DPR bersama Presiden telah menetapkan UU. 32 tahun 2009, hal ini bukanlah angin segar bagi proses rehabilitasi lingkungan Indonesia. Bagaimana tidak, masih kerap muncul konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha maupun pemerintah terkait sumber-sumber pengelolaan lingkungan. Disisi lain, pembangunan berkelanjutan memungkinkan pemanfaatan kearifan dan sumber-sumber daya sosial sebagai modal dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kurangnya perlindungan atau penghormatan terhadap kearifan lingkungan yang dikembangkan masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam, antara lain disebabkan oleh kurangnya pemahaman para pihak terkait (stakeholders) dan tidak adanya alur informasi yang baik mengenai manajemen pengelolaan lingkungan.
Sejumlah konflik yang muncul mengenai lingkungan lebih banyak melibatkan masyarakat adat dengan masyarakat lain  yang tidak mengenal kearifan lokal suatu masyarakat tentang bagaimana mengelola lingkungannya secara tradisional termasuk pelarangan pemilikan tanah secara adat. Karena itu, langkah yang tepat dalam usaha untuk mewujudkan kearifan lingkungan adalah dengan mengkaji kembali tradisi yang ada di masyarakat tentang usaha mereka untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan dengan lingkungannya. Tradisi dan aturan lokal yang tercipta dan diwariskan turun menurun untuk mengelola lingkungan merupakan materi penting bagi penyusunan kebijakan yang baru tentang lingkungan.
Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan dijabarkan mengenai asas pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan ekoregion dan kearifan lokal. Sedangkan dalam undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dijabarkan juga bahwa pengurusan hutan harus memperhatikan dinamika aspirasi adat dan budaya. Secara formil, kedua kebijakan ini sudah ideal dan dapat melindungi hak asazi masyarakat/komunitas adat Indonesia (indigenous people). Namun secara praksis, undang-undang tentang kehutanan, pengelolaan lingkungan hidup, dan undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM mengalami banyak kendala. Pemerintah, pihak industri, LSM lingkungan, dan masyarakat belum memiliki prosedur yang jelas mengenai peran masing-masing pihak dalam suatu kawasan adat. Semua pihak melakukan penafsiran secara mandiri sehingga dalam hal pemanfaatan sumber daya alam dan pelaporan pelanggaran kerap terjadi kebingungan karena tidak memiliki aturan teknis yang jelas.
Realita yang ada saat ini membuktikan bahwa ketiga regulasi tersebut saling terpisah dan tidak memiliki unsur korelitas dalam hal penjabaran peran serta masyarakat dan pengakuan hak-hak masyarakat/komunitas adat. Tak ayal, 68 persen pelanggaran lingkungan hidup disebabkan karena konflik horizontal antara masyarakat dengan developer (Tribun, 2011). Hal seperti inilah yang tidak diinginkan bangsa ini ke depannya, mengingat kasus Mesuji dan Bima di awal tahun 2012 telah menciderai lokalitas budaya setempat dan berujung pada kasus pelanggaran HAM akibat pengelolaan lingkungan yang setengah hati.
Pemerintah seakan menutup mata begitu juga dengan LSM lingkungan hidup di dunia. Mereka hanya menuntaskan ranting masalah tanpa mengusut akar masalah yang ternyata berujung pada regulasi negeri ini. Masyarakat/komunitas adat dengan sistem pengelolaan tradisional atau kearifan tradisional memiliki peranan sangat penting dalam menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan. Bahkan dalam kehidupan keseharian, sistem pengelolaan lingkungan secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat adat terbukti mampu menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Dapat diambil contoh,  pelestarian alam oleh masyarakat adat di Papua sudah dilakukan sejak dulu. Hal ini bisa dilihat dari tradisi upacara adat di masyarakat suku Tepera Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Masyarakat suku Tepera mengenal tradisi Tiyatiki untuk melakukan perlidungan dan pelarangan selama beberapa lama untuk tidak boleh mencari atau memancing ikan di wilayah tertentu yang sudah diberikan tanda pelarangan. Begitu juga dengan hak ulayat masyarakat adat Pulau Tiga Natuna yakni mengkeramatkan daerah-daerah tertentu, larangan membunuh atau menangkap hewan tertentu, penghormatan terhadap laut, pemeliharaan terumbu karang, dan penggunaan teknologi penangkapan sederhana.

Dedikasi Himpunan, Dedikasi Bangsa

Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kecakapan seorang pimpinan untuk mengelola organisasi tersebut. Seorang pimpinan yang cakap tentunya didukung oleh komponen-komponen pengurus yaang kuat pula dalam mencapai visi dan misi pimpinan tersebut. Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan merupakan salah satu organisasi mahasiswa di lingkup Keluarga Mahasiswa ITS Surabaya yang baru saja menorehkan dua sejarah baru yakni penetapan Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa Teknik Lingkungan (KDKM TL) dan pelantikan Ketua HMTL periode 2012/2013. KDKM TL sebagai dasar/aturan baru dalam kehidupan organisasi mahasiswa Teknik Lingkungan FTSP-ITS memiliki beberapa tujuan ideal yang harus diemban oleh Ketua HMTL periode kali ini.
            Tujuan utama yang harus diemban Ketua HMTL 2012/2013 sesuai amanat KDKM TL adalah mewujudkan KM TL yang profesional di bidang manajerial dan kelimiahan bagi almamater, bangsa, dan negara. Sebuah amanat yang cukup berat bagi sebuah organisasi mahasiswa yang tengah menjunjung tinggi idealiasi sebagai sebuah prinsip. Dalam hal ini. dibutuhkan kemauan dan karakter kuat bagi seluruh komponen HMTL untuk bisa merampungkan tugas-tugas tersebut. Apalagi kondisi prestasi HMTL dibidang sosial masyarakat sedang naik daun, tidak bisa dianggap main-main dalam mempertahankan prestasi ini.
            HMTL telah dikenal di dalam lingkup kampus ITS Surabaya melalui program pemberdayaan masyarakat “Kampung Binaan” yang telah digulirkan sejak 2 tahun lalu. Program ini banyak mendapatkan respon dan apresiasi dari masyarakat umum maupaun pihak birokrasi sehingga menjadi sebuah tanggung jawab bagi HMTL FTSP-ITS untuk melakukan optimalisasi terhadap program ini. Program lain yang juga membawa eksistensi Teknik Lingkungan adalah “Earth Week”. Program yang baru dilanching tahun ini tersebut mampu membawa image bahwa aktivis-aktivis TL juga bisa bepartisipasi bersama masyarakat umum dalam bidang keprofesian Teknik Lingkungan.
            Sejatinya kader-kader HMTL telah memiliki karakter tersendiri dalam menunjang program kerja organisasi ini. Semua elemen pengurus pada periode yang lalu telah membuktikan sebuah karya nyata bahwa HMTL FTSP-ITS tidak hanya milik ITS saja namun sudah menjadi bagian dari masyarakat Surabaya. Karya-karya nyata tersebut terwujud berkat adanya sikap kekeluargaan antar elemen, baik dosen dengan mahasiswa, karyawan dengan mahasiswa, atau antar mahasiswa. Sebuah sikap sederhana, buah dari proses kaderisasi yang telah diterapkan dalam lingkup HMTL FTSP-ITS. Asas kekeluargaan yang dijunjung tinggi secara moril oleh KM TL dapat menjadi sebuah letupan awal untuk menggagas kontribusi HMTL ke depannya. Tidak hanya untuk almamater namun juga untuk bangsa dan negara.
Dedikasi himpunan terbentuk berkat adanya karya-karya nyata elemen himpunan melalui sebuah karakter kekeluargaan. Karakter ini melekat dan menjadi sebuah pola kemudian terbentuk sebuah penyatuan visi dalam mindsite masing-masing kader HMTL. Bukan sekedar mimpi dalam KD KM lagi, HMTL ke depannya dapat membawa citra positif ITS bagi masyarakat umum di negeri ini. Sehingga langkah himpunan ke depannya dapat menentukan langkah awal perubahan bangsa. Dedikasi Himpunan, Dedikasi Bangsa.