Indonesia Bicara

Indonesia Bicara

Minggu, 10 Maret 2013

MUBES IV, IMPLEMENTASI TANPA EKSPLANASI


Normalisasi kini menjadi isu penting bagi semua elemen kepengurusan Keluarga Mahasiswa ITS Surabaya (KM ITS). Berbagai spekulasi muncul pada awal pengukuhan kabinet BEM ITS di awal tahun ini. Dalam salah satu artikel yang dirilis oleh web resmi ITS, disebutkan bahwa dengan mundurnya jadwal pelantikan presiden BEM hingga awal januari tahun ini membuka peluang bagi KM ITS untuk mengubah periodisasi kepengurusan secara struktural dari Juni-Juli menjadi Januari-Desember. Isu ini juga telah diangkat dalam lingkup dewan presidium dimana nantinya akan diagendakan dalam MTT.

            Sebagai seorang staf salah satu organisasi dalam lingkup KM ITS, terus terang saya belum paham betul mengenai arti dari sebuah “normalisasi”. Darimanakah KM ITS ini memulai “normalisasi”? Sejenak kita membahas mengenai KM ITS yang telah memiliki aturan-aturan dasar sejak 1994 hingga produk konstitusi terbaru pada 2011 berupa Mubes IV bagi sebagian pihak mungkin dirasa belum sesuai dengan kondisi real KM ITS saat ini. Terlepas dari unsur mencari kesalahan, Mubes IV yang berisi KDKM dan HD PSDM dirasa belum bisa menjadi satu-satunya jawaban atas segala permasalahan internal yang timbul dalam lingkup organisasi KM ITS. Buktinya yakni paa ranah kerja masing-masing lembaga yang menurut saya belum terdistribusi dengan tepat. Dalam benak saya, terkadang muncul spekulasi mengenai unsur pemisahan antar lembaga KM ITS sehingga fungsi check and balances kurang tercitrakan.

Masuk pada ranah eksekutif, dalam KDKM secara eksplisit dijelaskan bahwa ranah kerja BEM ITS berada pada ranah sosial politik, BEM Fakultas pada ranah sosial kemasyarakat, serta HMJ pada ranah keprofesian. Dari hal ini, kita bisa mengambil poin mengenai ranah sosial kemasyarakatan, dimana hampir di tiap tingkat kepengurusan ormawa ITS selalu menempatkan ranah sosial kemasyarakatan dalam satuan kerja departemen. Hal ini sebagai bentuk aplikasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mengemban amanah bidang pengabdian masyarakat. Poin terpenting yang dapat disoroti adalah sejauh mana batasan masing-masing ormawa bisa mengemban ranah sosial kemasyarakatan ini. Contoh konkret yang saya ketahui adalah program Kampung Binaan yang digagas oleh HMTL FTSP – ITS. Saat ini kampung binaan telah memasuki tahun ketiga dengan capaian masterplan sudah sampai pada aplikasi teknologi tepat guna berupa filter air dan peningkatan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, BEM FTSP juga menginisiasi program kerja baru tahun lalu yaitu Kampung FTSP. Apabila kita melihat dari kacamata KDKM maka hal pertama yang akan muncul dalam benak kita adalah legalitas kampung binaan yang dipertanyakan. Namun apabila kita melihat dari kacamata kegiatan maka program kampung binaan sejatinya adalah program pengembangan keprofesian teknik lingkungan dengan nilai tambah pemberdayaan masyarakat. Dalam pasal 19 ayat 3 KDKM ITS dijelaskan bawa HMJ berhak mengadakan kegiatan di luar keprofesian dan di luar lingkup jurusan dengan terlebih dahulu dikoordinasikan dengan elemen-elemen KM ITS terkait. Menurut saya pasal ini multitafsir dan perlu dibuat hukum postif (undang-undang) mengenai ranah kerja atau hubungan kerja ormawa KM ITS agar ranah keprofesian masing-masing HMJ bisa berfungsi dan ranah sosial kemasyarakatan masing-masing BEM Fakultas tidak dikebiri.

Masih menyinggung mengenai ranah sosial kemasyarakatan dalam tubuh KM ITS, BEM ITS melalui Kementerian Sosial Masyarakat bulan ini menggagas program kerja baru yakni YELP (Youth Environmental Leader Program). Jujur, sebagai masyarakat KM ITS pada umumnya saya belum tahu mengenai mekanisme pelaksanaan program ini ke depannya. Tetapi berkaca kembali pada KDKM, ranah kegiatan seperti ini seharusnya dititikberatkan pada BEM Fakultas. Bukan bermaksud mengurangi hak prerogatif Presiden BEM dalam membentuk satuan kerja kementerian namun ranah sosial kemasyarakatan BEM ITS seharusnya lebih fokus pada hal-hal makro, misalnya program pembinaan pedagang kaki lima, program pembinaan lingkungan pada pasar-pasar tradisional di Surabaya atau mengadakan sosialisasi mengenai implementasi jaminan sosial nasional bagi buruh/karyawan. Sebagai konklusi bahasan ini, setiap elemen KM ITS memiliki penafsiran sendiri terkait aplikasi ranah kerjanya namun diperlukan hukum positif yang bersifat eksplanatif mengenai hubungan kerja dan ranah kerja masing-masing elemen KM ITS.

 KM ITS sebagai representasi Indonesia memiliki lembaga-lembaga tinggi yang bersifat sentral dan struktural. Flashback sejenak pada bahasan sebelumnya mengenai fungsi check and balances pada lembaga KM ITS, Mahkamah Mahasiswa yang secara yuridis dijelaskan dalam pasal 37 KDKM ITS merupakan lembaga yudikatif dan bersifat sentral di KM ITS. Menurut pandangan saya, kedudukan MM yang bersifat sentral mengakibatkan putusan yang dikeluarkan MM bersifat final. Poin yang bisa disoroti akan hal ini, adalah tugas dan wewenang MM yang belum diberdayakan. Dengan belum diberdayakannya tugas dan wewenang MM maka dapat menimbulkan keraguan akan putusan MM yang bersifat final tersebut.

Pasca ditetapkannya hasil Mubes IV pada 2011 lalu, fungsi MM seolah kabur karena MM baru akan bertindak setelah mendapat laporan dari pihak yang dirugikan. Dalam pandangan saya, MM sebagai representasi mahkamah agung dan mahkamah konstitusi dalam suatu negara memiliki wewenang untuk melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dan legislatif. Bentuk koordinasi yang dapat dilaksanakan adalah dalam hal pemilihan dan pelantikan pengurus lembaga KM ITS. MM seharusnya memiliki wewenang untuk melantik anggota DPM pada periode berikutnya. Selain itu, MM juga memiliki wewenang untuk memberikan putusan final atas sengketa Pemira serta mengkaji kebijakan dibawah Ketetapan Mubes. Hal ini sesuai dengan fungsi mahkamah agung dan mahkamah konstitusi dalam sistem tata negara Indonesia. Dari sisi organigram KM ITS, garis koordinasi MM seakan terputus dengan BEM dan DPM. Pada pasal 51 ayat 3 KDKM ITS, disebutkan bahwa kepesertaan MM dalam MTT (Musyawarah Tingkat Tinggi) adalah sebagai peserta peninjau. Idealnya, MM sebaiknya diikutsertakan secara aktif dalam setiap forum besar KM ITS terkait kedudukannya sebagai lembaga hukum (yudikatif).

Mubes IV, bagi sebagian kader KM ITS mungkin dianggap terlalu sempurna bagi KM ITS sekarang. Hal ini terkait dari sumber daya mahasiswa yang mungkin belum siap meng-implementasikan hasil dari Mubes IV atau hasil dari Mubes IV yang perlu diamandemen karena tidak memperhatikan kondisi riil kader-kader KM ITS. Terlepas dari hal-hal tersebut, sudah saatnya kita menyadari bahwa Mubes IV adalah jawaban dari segala permasalahan yang ada di lingkup KM ITS ini. Menurut saya Mubes IV masih relevan sebagai pedoman KM ITS mencapai tujuan dan visinya, namun “kepala juga tidak jauh-jauh dari tangan”. Sesempurna apapun KDKM dan HD PSDM tetap membutuhkan penjelasan teknis (eksplanasi) serta sumber daya mahasiswa yang menyadari bahwa Mubes IV adalah “tujuan” bukan “masalah”.

“Arek ITS CAK” : Model Kader KM ITS Ideal


“Arek ITS CAK” itulah sepenggal frasa yang wajib ditulis di setiap kegiatan kemahasiswaan ITS sebagai simbolisasi karakter mahasiswa ITS Surabaya. Inilah grand design yang telah dirancang seluruh elemen civitas akademika ITS untuk mewujudkan mahasiswa ITS yang Cerdas, Amanah, dan Kreatif. Frasa sekaligus jargon ini ibarat doktrin bagi siapapun yang siap di-upgrade menjadi kader-kader KM ITS. Tidak lain fungsi doktrinasi ini agar ITS siap memberikan sumbangsih nyata bagi pembangunan bangsa ini ke depannya. ITS juga telah siap apabila kelak nanti kader-kadernya ditunjuk oleh bangsa sebagai komandan yang siap menggerakkan gerigi-gerigi masa depan bangsa.

            “Arek ITS CAK” dalam pandangan saya sebagai kader KM ITS masih bersifat global. Ibarat dalam pertandingan panahan, jargon tersebut adalah target yang jaraknya puluhan meter di depan kita sedangkan kita sendiri tidak memiliki kemahiran untuk memanah sama sekali. Dengan kemahiran minim tersebut, maka antisipasi awal yang harus kita persiapkan adalah menyiapkan anak panah sebanyak-banyaknya dan busur panah yang proporsional. Makna anak panah dalam hal ini adalah langkah-langkah strategis yang bisa diupayakan baik oleh elemen kepengurusan KM ITS maupun oleh birokrasi ITS sendiri. Lain anak panah lain pula dengan busurnya, maksud busur disini adalah piranti atau media inisiasi virus “Arek ITS CAK” haruslah sesuai dengan kondisi kekinian arek ITS sendiri.

            Mubes IV telah melahirkan dua produk yakni KDKM dan HD PSDM. KDKM (Konstitusi Dasar Kurikulum Mahasiswa) dibuat sebagai pedoman tata kerja organisasi di lingkup KM ITS, sementara HD PSDM (Haluan Dasar Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa) dirumuskan sebagai pedoman dalam mewujudkan grand design kader-kader KM ITS yang siap mengabdi bagi almamater, bangsa, dan negara. Dalam pasal 9 HD PSDM disebutkan bahwa model mahasiswa ideal KM ITS meliputi:
1.      Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Kapasitas pemikiran intelektual yang memadai
3.      Kecerdasan emosional
4.      Integritas diri
5.      Jasmani yang kuat
6.      Bertanggung jawab dalam bertindak
Keenam model diatas ibarat anak panah dimana tiap mata panahnya harus menembus target “CAK”. Perumusan enam model mahasiswa ideal KM ITS sepertinya telah mengalami penggodhokan yang benar-benar matang dan mempertimbangkan kondisi sumber daya mahasiswa KM ITS sendiri.

Model mahasiswa ideal yang pertama adalah mahasiswa KM ITS yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Deskripsi singkat dari poin ini menurut HD PSDM adalah mahasiswa sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa haruslah senantiasa mensyukuri karunia yang diberikan sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa diharapkan tercipta keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam segenap aktivitasnya dengan adanya sinergisitas rohaniyah dalam  diri masing-masing mahasiswa. Dari poin ini, kita bisa mengambil sebuah korelasi bahwa kata “Amanah” dalam frasa “Arek ITS CAK” terumuskan dalam poin ini. Kapasitas pemikiran intelektual yang memadai merupakan model kedua yang tertulis dalam pasal 9 HD PSDM. Mahasiswa selaku kader penerus bangsa yang dipundaknya terpikul amanah masa depan bangsa haruslah mempunyai pemikiran intelektual dan wawasan yang luas, dengan demikian generasi penerus diharapkan mampu berpikir jauh ke depan dalam rangka memberikan sumbangsih bagi masyarakat. Dari poin ini, sudah tergambar secara eksplisit bahwa “Cerdas” merupakan rumusan inti dari model ini.

Dalam pasal 9 HD PSDM dijelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai pengaruh dalam berinteraksi dengan publik dan hubungan sosial yang baik. Apabila mahasiswa pandai menyesuaikan diri dengan individu yang lain atau dapat berempati, mahasiswa tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri/ beradaptasi dengan lingkungannya. Poin ini merupakan deskripsi lain dari “Cerdas”. Cerdas bukan berarti hanya memiliki kemampuan intelegensia di atas rata-rata tetapi juga cerdas dalam berpikir dengan hati. Hakikatnya seseorang dengan kemampuan intelegensia tinggi belum tentu bisa menerima nilai-nilai dari kecerdasan emosional. Sementara seseorang dengan kecerdasan emosional tinggi akan lebih mudah menerima nilai-nilai kecerdasan intelegensia.

Sebagai kadaer-kader KM ITS yang peka terhadap kondisi kekinian almamater, bangsa, dan negara sudah sewajarnya kita memiliki nilai-nilai moral dan sosial yang tinggi. Melalui nilai-nilai moral yang senantiasa dipegang teguh itulah maka mahasiswa akan memiliki sebuah integritas pribadi yang utuh ketika harus berperan sebagai apapun di masyarakat. Dengan kondisi seperti itu maka diharapkan mahasiswa akan senantiasa menjadi sosok yang dapat dijadikan panutan dan teladan masyarakat. HD PSDM mencantumkan poin “Integritas diri” sebagai salah satu model mahasiswa KM ITS. Integritas diri lebih merujuk pada kata “Amanah” karena melalui poin inilah seorang mahasiswa KM ITS dapat dipandang memiliki budi pekerti yang baik atau tidak.

Poin penjabaran selanjutnya adalah jasmani yang kuat. Kekuatan jasmani akan sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan amanah yang dibebankan kepada mahasiswa dengan baik, mengingat begitu besar tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa ini. Karena hanya dengan jasmani yang kuat maka pencapaian tugas akan lebih optimal dan maksimal. Poin ini merupakan penafsiran dari kata “Cerdas” dengan alasan bahwa setiap aktivitas yang dijalankan seorang kader KM ITS berawal dari serangkaian manajemen diri dan waktu yang efektif dan efisien. Intinya dengan prinsip manajemen diri yang baik maka kader KM ITS tersebut dapat menyeimbangkan pola kesehatan jasmani dan rohani.

Bertanggung jawab dalam bertindak meruapakan model terakhir dalam penjabaran model mahasiswa ideal KM ITS. Deskripsi singkat model ini adalah kesungguhan dalam melakukan setiap aktivitas menunjukkan lebih jauh adanya iktikad baik, tekad yang kuat dan bertanggung jawab dalam melaksanakan amanah yang diembankan kepada mahasiswa. Dengan dorongan niat dan keinginan yang kuat maka diharapkan hasil yang dicapai dapat memberikan kontribusi besar bagi masyarakat dan bangsa ini. Poin inilah yang mendasari sifat “Amanah” terbentuk dalam diri seorang kader/mahasiswa KM ITS. Melalui komitmen dan niat maka sesuatu yang akan dicapai juga membutuhkan keringat dan air mata untuk menyukseskannya.

Dari keenam poin penjabaran di atas, kata “Cerdas” dan “Amanah” merupakan rumusan umum untuk membentuk mahasiswa KM ITS yang siap memberikan sumbangsih bagi ibu pertiwi. Namun untuk mengabdi pada bangsa dan negara ini, kita tidak hanya memerlukan kesiapan saja, kita harus benar-benar matang dalam melihat situasi dan kondisi bangsa dalam berbagai sudut pandang. Oleh karena itu, sudah seperlunya ada kolaborasi dari sikap “Cerdas” dan “Amanah”, dimana pola berpikir revolusi dan bertindak dengan hati saling disatukan hingga muncullah suatu sikap “Kreatif”. Kreatif dalam mengambil keputusan, kreatif dalam menyelesaikan masalah, mapun kreatif dalam mencetak kader-kader selanjutnya. “Cerdas, Amanah, Kreatif” bukanlah suatu rentetan proses yang harus dilewati seseorang untuk benar-benar menjadi kader KM ITS yang matang, namun tiap kader seyogyanya mengaplikasikan frasa tersebut dalam satu paket sekaligus agar benar-benar tercemin “Arek ITS CAK”.

KONTRIBUSI MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA


Harian Folnews.com dipenghujung Februari 2013 melansir sebuah berita yang menyatakan bahwa demi mendukung pertumbuhan ekonomi di atas 7% seperti yang ditargetkan dalam dokumen MP3EI, idealnya diperlukan investasi infrastruktur sekitar 7%. BUMN/BUMD & Swasta diharapkan berperan dalam pembangunan infrastruktur. Pernyataan disampaikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, dalam sebuah seminar bertajuk “Solusi Pembiayaan Infrastruktur dalam Mendukung Program MP3EI”. Apabila kita melihat berita tersebut, tampak ada sebuah target yang ingin dicapai pemerintah tahun ini agar Indonesia dapat bersaing dengan Cina dan India. Investasi infrastruktur yang dimaksud pemerintah adalah sumber pembiayaan pembangunan yang tidak hanya berasal dari pemerintah saja, namun juga dari BUMN dan Swasta.

Dalam situs warta ekonomi online disebutkan bahwa pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Keseriusan pemerintah dalam membangun infrastruktur dituangkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Keseluruhan proyek pembangunan infrastruktur akan membutuhkan dana Rp1.923,7 triliun. Pemerintah hanya mampu menyediakan pembiayaan sebesar Rp559,54 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK). Sisanya akan dibiayai oleh pemerintah daerah melalui APBD sebesar Rp355,07 triliun, BUMN Rp340,85 triliun, dan pihak swasta melalui program Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) sebesar Rp344,67 triliun. Dana-dana tersebut diperuntukkan hanya untuk satu titik yakni masyarakat. Intinya dengan pembiayaan infrastruktur yang baik, diharapkan pertumbuhan pembangunan masyarakat Indonesia dapat berjalan dinamis dan tepat sasaran.
Sebagai mahasiswa ITS Surabaya, yang notabene mengenyam pendidikan teknik, diharapkan dapat menjadi motor-motor penggerak sekaligus penentu pembangunan masa depan Indonesia. Dengan latar belakang pendidikan teknik bukan berarti tugas kita ke depannya hanya di lapangan saja namun kita justru mengemban tugas ganda yakni “bekerja di belakang meja” dan “kontribusi di lapangan langsung”. “Bekerja di belakang meja” dalam hal ini adalah bekal manjerial kita harus kuat disertai dengan bekal moral yang kuat untuk menciptakan reformasi pembangunan yang pro rakyat. Ini merupakan tuntutan untuk mewujudkan tujuan masyarakat dan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
            Korelasi antara mahasiswa dan pembangunan nasional lebih dititikberatkan pada proses transformasi sumber daya mahasiswa sendiri dalam mengawal pembangunankhususnya di bidang infrastruktur. Dengan sifat intelektual dan idealismenya mahasiswa lahir dan tumbuh menjadi raw model yang memiliki paradigma ilmiah dalam memandang persoalan kebangsaan dan kemasyarakatan. Ciri dan gaya mahasiswa terletak pada ide atau gagasan yang luhur dalam menawarkan solusi atas problematika pembangunan infrastruktur Indonesia. Pijakan ini menjadi sangat relevan dengan nuansa kampus yang mengutamakan ilmu dalam memahami substansi dan pokok persoalan apapun.
            Tidak perlu menunggu lulus dari bangku kuliah jika ingin berkontribusi terhadap bangsa ini. Poin-poin dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat langsung kita aplikasikan guna menyelesaikan permasalahan sosial atau infrastruktur yang ada di masyarakat. Contoh konkret yang telah dilakukan kader-kader KM ITS dewasa ini adalah bergerak di ranah keprofesian dan sosial masyarakat seperti yang telah dilakukan HMTL FTSP – ITS yang telah menginisiasi program Kampung Binaan dengan jangka waktu 5 tahun. HMTL FTSP-ITS memandang perlunya merubah mindset masyarakat Tegal Mulyorejo Baru agar bisa mandiri dan berdaya di tengah hiruk pikuk kota metropolitan Surabaya ini. Bukti fisik dengan adanya Kampung Binaan adalah pembangunan bank sampah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Tegal Mulyorejo Baru dengan cara mengelola barang-barang bekas menjadi barang bernilai ekonomis. Realisasi yang sedang dilaksanakan Kampung Binaan saat ini adalah aplikasi teknologi tepat guna berupa filtrasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengolah air sungai TMB yang payau agar bisa dimanfaatkan sebagai air baku masyarakat.
Secara umum, peran mahasiswa dalam bidang pembangunan infrastruktur tidaklah selalu mengacu pada hal-hal makro. Kita baru bisa berkontribusi secara makro apabila kita sudah “matang” dan memiliki konsep dalam lingkup regional atau nasional. Marilah kita berkontribusi dari hal-hal mikro di sekitar kita. Secara faktual, kampus merupakan laboratorium besar tempat melahirkan beragam ide dari berbagai permasalahan mikro di sekitar kita. Kemudian ide tersebut diwujudkan dalam bentuk peranan sosial individu mahasiswa tersebut dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Menjadi agen bagi perubahan sosial, budaya, paradigma, ekonomi dan politik masyarakat secara luas. Dengan demikian, kepentingan masyarakat menjadi barometer utama bagi keberhasilan suatu perubahan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa dituntut tidak hanya berhasil membawa ijazah, tetapi juga diharuskan membawa perubahan dari ilmu dan pengalamannya selama berada dalam laboratorium kampus (Diyah, 2011).
Hemat kata, kita selaku mahasiswa ITS tidak perlu terlalu bermimpi panjang untuk memberikan solusi terhadap permasalahan pembangunan infrastruktur di negeri ini. Ketika para pemangku kepentingan berpikir keras mengelolan hal-hal makro untuk mendukung daya saing bangsa dalam menghadapi krisi global, kita sebagai mahasiswa melakukan gerakan sporadis positif sesuai dengan ranah keprofesian atau idealisasi kita. Lakukan apa yang bisa kita lakukan sekarang, jika kita mahasiswa teknik lingkungan maka lakukan aksi untuk melestarikan lingkungan negeri ini misalnya meminimalkan penggunaan kendaraan bermotor atau mulai memilah sampah dari rumah kita sendiri. Jika kita mahasiswa desain maka kampanyekan Indonesia melalui media-media kreatif dan inovatif sebagai upaya pencitraan Indonesia di dunia luar. Jika kita mahasiswa teknik sipil, mari kembangkan kemampuan keilmiahan kita dari sekarang sebagai upaya mendukung peranan industri nasional di bidang pembangunan berkelanjutan. Besar dan kecil tidak pernah tertulis dalam kamus “kontribusi”, yang ada hanya mau berkontribusi dan peduli untuk menggalang sebuah aksi.