Indonesia Bicara

Indonesia Bicara

Minggu, 28 Maret 2010

60 Minutes For The Earth


~ MATIKAN LAMPU ~
~ NYALAKAN MASA DEPAN ~

Rescued by Prince Charles

(Rachma Tri Widuri)

An end-of-year surprise were had by the people in Jambi and South Sumatra. None other than Prince Charles, the heir to the throne of Great Britain, visited Harapan Rainforest which straddles the border between Jambi and South Sumatra.
Prince Charles is one of the global public figures who cares about the fate of tropical forests. He has followed with interest the developments in issues such as deforestation and global climate change.
The events leading up to the visit of the Prince can be traced back to the year 2002 when Burung Indonesia, an Indonesian bird and habitat conservation organization, proposed the "crazy idea" of managing a production forest (a forest that should have been logged) for the purposes of restoration and conservation.
There had been strong concerns that the rich biodiversity of Indonesia's tropical rainforests was decreasing at an alarming rate.
The forests that are most under threat of clearance are those in the lowlands -- including the lowlands of Sumatra. Ironically, according to Burung Indonesia's own studies, Sumatra's lowland forest is amongst the richest in the world in terms of the number of species it contains.
About 626 species of birds are found there, as well as tiger, elephant, tapir and sun bear.
The concept of managing a concession for forest restoration was the result of a long and ever-changing discussion. It was clear that even conservation areas such as national parks were protecting the lowland forests from widespread illegal logging, and as such, creation of new conservation areas would not automatically help to reduce deforestation.
The concept of restoration was so new that many regarded Burung Indonesia's proposal as strange and questioned whether it would ever work. Another problem was that there was no legal precedent, and no such thing as a license for management of production forests for restoration -- thus without cutting trees.
It is very encouraging that there was no shortage of enthusiasm, including full support from the Forest Ministry. As a result, that great but difficult dream has gradually become a reality. Beginning with a campaign to save Sumatra's tropical rainforests at the British Birdwatching Fair in Aug. 2002, the ecosystem restoration initiative -- which had at times appeared impossible -- began to gain support from people around the world. Worldwide partners of BirdLife International agreed the Sumatran Rainforest campaign. Friends in the UK, Germany, Switzerland, Belgium and Holland put together what resources they provide critical funding to get the campaign and the concession off the ground.

Sejarah Kota Malang


Dalam lambang Kota Malang tertulis sesanti berbunyi MALANG KUCECWARA yang berarti “Tuhan menghancurkan yang bathil dan menegakkan yang baik”. Sesanti itu disyahkan menjadi semboyan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Malang pada tanggal 1 April 1914.
Semboyan tersebut erat kaitannya dengan asal mula Kota Malang yang pada masa Ken Arok lebih kurang 8 abad yang lampau menjadi nama tempat di sekotar candi bernama Malang. Letak candi itu masih menjadi tanda tanya dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Daerah Malang dan sekitarnya termasuk Singosari merupakan pusat kegiatan politik dan budaya sejak tahun 760 s/d tahun 1414 berdasarkan tulisan batu di Dinoyo. Kegiatan selama masa itu di ikuti oleh kegiatan budaya tidak dapat di gambarkan sebagai perkembangan satu dinasti saja, melainkan merupakan rangkaian kegiatan politik dan budaya dari beberapa turunan.
Demikian diungkapkan oleh almarhum Prof. Drs. S. Wojowasito dalam tulisannya tentang sejarah dan asal mula Kota Malang.
Lebih jauh di ungkapkan dari beberapa keturunan itu,ada yang jelas terpisah dalam arti tidak ada hubungan antara satu keturunan dengan keturunan lainnya, seperti keturunan Dewasimba, Gajayana di Dinoyo dengan keturunan Balitung. Daksa, Tulodog dan Hawa, akhirnya Sindhok. Keturunan berlangsung kepada Dharmawangsa, Airlangga hingga yang terakhir yaitu Kertajaya (1215 - 1222).
Kemudian timbulnya dinasti Ken Arok merupakan estafet pertama dari raja-raja Majapahit sampai raja terakhir Bhre Tumapel (1447-1451). Pada waktu Ken Arok menampakkan kegiatannya, Tumapel hanya merupakan semacam kabupaten dari daerah Jenggala yang pada waktu itu praktis berada di bawah kekuasaan Kertajaya dari Kediri. Batara Malangkucecwara, disebut di dalam piagam tahun 908 dekat Singosari. Piagam tahun 907 itu menerangkan bahwa orang-orang yang mendapat piagam itu adalah pemuja-pemuja batara dari Malangkucecwara, Putecwara Kutusan, Cilebhedecwara dan Tulecwara. Penyebutan nama-nama seperti Batara dari Malangkucecwara, putecwara dansebagainya membuktikan bahwa nama-nama itu adalah nama raja-raja yang pernah memerintah dan pada saat di makamkan di dalam candi lalu disebut Batara. Dengan disebutkannya piagamDinoyo, sekarang adalah Kelurahan Dinoyo, maka masuk akal jika candi malangkucecwara itu ada dekat Kota Malang sekarang.

Sistem Pernapasan

Gambaran Umum
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup. Bahkan pohon pun memiliki sistem pernapasan. Jadi, pernapasan adalah :





  1. Kegiatan mengambil udara (inspirasi) dan mengeluarkan udara (ekspirasi) melalui alat pernapasan.





  2. Pertukaran gas antara sel dengan lingkungan (respirasi eksternal).





  3. Reaksi enzimatik, pemanfaatan oksigen memerlukan enzim pernapasan (sitokrom)
Definisi
Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.  

Minggu, 14 Maret 2010

Hari-Hari Nasional & Internasional


Hari-hari nasional dan internasional di bulan Januari :
1 -
Tahun Baru Masehi
1 -
Hari Perdamaian Dunia
10 -
Hari Tritura
10 -
Hari Lingkungan Hidup Indonesia
13 -
HUT Pusat Penelitian Fisika LIPI (13 Januari 1962)
13 -
HUT Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi LIPI (13 Januari 1984)
13 -
HUT Pusat Inovasi LIPI (13 Januari 1986)
13 -
HUT Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI (13 Januari 1986)
13 -
HUT Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI (13 Januari 1986)
13 -
HUT Pusat Penelitian Informatika LIPI (13 Januari 1986)
13 -
HUT Pusat Penelitian Kimia (13 Januari 1962)
13 -
HUT Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (13 Januari 1986)
15 -
Hari Peristiwa Laut dan Samudera
17 -
HUT Pusat Penelitian Politik LIPI (17 Januari 1987)
25 -
Hari Gizi
25 -
HUT Balai Besar Teknologi Tepat Guna LIPI (25 Januari 2005)
25 -
Hari Kusta Internasional
30 -
HUT Kebun Raya Purwodadi LIPI (30 Januari 1941)

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Februari :
1 -
HUT Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI (1 Februari 2006)
3 -
Hari Lahan Basah Sedunia
4 -
Hari Kanker Dunia
5 -
Hari Peristiwa Kapal Tujuh
9 -
Hari Pers Nasional
9 -
Hari Kavaleri Nasional
13 -
Hari Persatuan Farmasi Indonesia
15 -
Hari Pembantu Rumah Tangga
21 -
Hari Bahasa Ibu Sedunia
28 -
Hari Gizi Nasional

Hari-hari nasional dan internasional di bulan Maret :
1 -
HUT Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI (1 Maret 2005)
1 -
Hari Kehakiman Indonesia
7 -
Hari Kesadaran Keamanan Informasi (7 Maret 2007)
8 -
Hari Perdamaian Internasional
8 -
Hari Hak Asasi Wanita Internasional
9 -
Hari Musik Nasional
18 -
Hari Arsitektur Indonesia
8 -
Hari Wanita Internasional
20 -
Hari Kehutanan Dunia
21 -
Hari Anti Diskriminasi Ras Internasional
22 -
Hari Air Sedunia
23 -
Hari Meteorologi Dunia (23 Maret 1950)
24 -
Peringatan Bandung Lautan Api
24 -
Hari TBC Sedunia
23 -
Hari Metereologi Sedunia
30 -
Hari Film Indonesia

Contoh Pidato Bhs. Indonesia


Assalamu’alaikum wr.wb.
Yang saya hormati Bapak dan Ibu guru dewan juri
serta hadirin yang berbahagia

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat bertatap muka pada lomba pidato saat ini.
Hadirin yang saya hormati,
Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan tentang Malang sebagai kota Tri Bina Citra.
Tri Bina Citra adalah perwujudan Malang sebagai kota pendidikan, pariwisata, dan industri. Cita-cita ini telah dibuktikan dengan berbagai ragam prestasi dan karya yang luar biasa baik di tingkat lokal maupun nasional. Malang sebagai kota pendidikan dibuktikan dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Selain itu ikon Malang sebagai kota pendidikan juga terwujud dalam keberhasilan dunia pendidikan mengubah pola hidup pelajar dan juga masyarakat menjadi pola hidup sehat. Keberhasilan tersebut terbukti dari kemampuan untuk meraih puncak prestasi lomba UKS tingkat Nasional. Sekolah yang mampu meraih juara dalam lomba UKS tingkat nasional antara lain, TK Anak Sholeh, SDN Tunjung Sekar 1, SMPN 5 Malang, dan MAN Malang 3, dan Insya Allah disusul oleh MTsN Malang 1. Hal ini tentu sangat membanggakan, sebab jika seluruh masyarakat terutama pelajar menerapkan pola hidup sehat, maka dapat dipastikan kita akan menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berprestasi. Bukankah 8 GOL UKS mengusung harapan bahwa kita harus terbebas dari kenakalan remaja, merokok, narkoba, HIV/AIDS, kehamilan pra nikah, kecacingan, Anemia, dan Hepatitis B.
Selain itu bukti prestasi lainnya dalam bidang pendidikan adalah keberhasilan beberapa siswa Kota Malang dalam lomba olimpiade Matematika, IPA, serta lomba di berbagai bidang yang mampu bertanding ditingkat local, nasional dan internasional. Hal ini adalah bukti nyata bahwa pendidikan di Kota Malang layak diperhitungkan keberadaannya di kancah nasional bahkan internasional. Melalui rentetan prestasi tersebut akankah kita masih menyangsikan ikon Malang sebagai kota Pendidikan?

Democracy in RI: Practice what we preach


Hadianto Wirajuda*

In December Bali will host its first democracy forum -- Bali Democracy Forum. Its goal is to nurture the practice of good governance between Asia Pacific countries. It will address democracy's best practices as shown by countries successful in its application.
The initiative to organize this forum came from Indonesia. This is not an odd idea because Indonesia has proven itself to be a reliable bearer of democratic wisdom as it is the world's third largest democracy after India and the United States.
Another important point is that Indonesia has managed to be a successful test case as to whether or not democracy can actually coexist with Islam. The purpose of this writing is not to argue these two successful achievements of Indonesia but rather to raise another intriguing but important question: How can democracy be ensured to be well-practiced in Indonesia?
Whenever democracy is being discussed, one must include its necessary parameters, such as a free press, free and fair elections, belief in political and civil rights and most importantly -- strong state institutions.
Unlike Afghanistan and Iraq where the state infrastructures are being devastated by war, Indonesia has experienced devastation in a different way. It did not involve foreign military occupations, but it came as a result of the 1997 Asian financial crisis which led to its political turmoil.
At the beginning of reformasi, as experienced elsewhere by a transitional government, Indonesia suffered from a condition where the state's institutions were perceived as weak and ineffective. This can be caused by several factors such as the existence of power fragmentation and divisive nationalism -- especially if it relates to ethnicity and religion.
The fragmentation of power -- based on religion or ethnicity -- was a major issue in Indonesia. Theoretically, it occurs when old institutions have been eroded and new ones have only partially developed. The contemporary illustration is corruption. The Corruption Perception Index issued by Transparency International indicates an improvement in the government's efforts to combat corruption. But although there is a significant improvement, it does not necessarily mean that the state's institutions are strong. Not at all!
Consider the House of Representatives (DPR) as an example. In a democratic regime, parliament is seen as a check-and-balance institution for government decisions. The division of power is pretty clear: Parliament is the legislator and government is the executor.
However, this balance appears to be biased. Often parliament has given the impression that it is a trade-off institution rather than a controlling institution because its bribery traffic is likely to be high.
Another focal point that highlights Indonesia's democratization is the representation of ideas in policy making which inevitably creates an interplay between transparency and fair access of public information.
Indonesia's stance on the Sept. 11 tragedy can be considered as reflecting the majority of its population, which is Islamic. The majority of Muslims here condemned the terrorist acts. Indonesians also proved that Islam and democracy are compatible.

KALAU GAK BISA MARAH, MENDING JANGAN MARAH-MARAH


Bulan ternyata masih menampakkan senyumnya diantara taburan bintang. Indah memang, karena langit malam itu memang sangat cerah. Sembari melihat eloknya tarian cahaya bulan dan bintang, tak terasa otakku ini mulai mencari file-file yang paling berkesan sebelum mengantarku untuk tidur malam ini. Bagaikan mesin penyortir, pikiranku mulai membuka satu-persatu moment-moment yang pernah kurekam di otakku. Akhirnya aku teringat akan suatu peristiwa yang mungkin sangat memalukan dan tak akan kulupakan.
Ketika aku duduk di bangku SMP, aku mulai aktif dengan organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Banyak pengalaman yang telah kudapatkan dari organisasi tersebut. Banyak pula teman dari luar SMP yang kukenal berkat organisasi itu. Memang kurasa saat itu, OSIS adalah segala-galanya dalam menggali potensi yang ada dalam diriku.
Saat aku duduk di kelas 9, pembina dan pengurus harian OSIS dan MPK menyusun panitia MOS 2007/2008 dan Alhamdulillah aku terpilih menjadi panitia intinya. Rasa senang bukan main menyelimuti dada ini karena itulah pertama kalinya aku bisa berhadapan langsung dengan adik-adik kelasku yang baru. Maklum, biasanya aku ditugaskan di sie acara atau kesekretariatan yang hanya bertugas di ruang OSIS. Setelah panitia MOS tersusun barulah kami semua, pengurus OSIS dan MPK, menyusun kegiatan untuk acara MOS 2007/2008. Susunan acara yang kami buat sebenarnya tidak jauh berbeda dengan program OSIS tahun lalu, hanya saja ada beberapa poin yang didilangkan dan ditambah poin pendidikan mental atau semacam “penggojlokan” bagi adik-adik MOS.
Hari pertama MOS bagiku tak berbeda dengan hari-hari sebelumnya karena memang rangkaian acara hanya pengenalan sekolah dan penyuluhan. Hari itu juga aku ditugaskan untuk menjadi penyuluh UKS dan Adiwiyata untuk kelas 7C dan 7D.
“Selamat pagi adik-adik, siswa baru, MOS 2007/2008!”, salamku kuucapkan pada seluruh siswa baru.
“Pagi, Kak!”, sahut mereka serentak.
Kuawali pagi itu dengan orientasi program UKS dan Adiwiyata. Tak kusangka, nampaknya semua peserta MOS memang antusias dan aktif ketika kegiatan berlangsung dari awal sampai akhir. Buktinya banyak sekali yang ditanyakan siswa-siswa baru itu, misalnya ada yang tanya masalah prestasi SMP 5, program-program OSIS dan masih banyak lagi. Satu hal yang membuatku bangga yakni satu pertanyaan dari anak kabupaten,
“Kak, sampai sekarang kan Kakak masih jadi Koordinator Kader Adiwiyata. Yang mau saya tanyakan, gimana caranya supaya bisa jadi kader Adiwiyata? Soalnya, aku tertarik sama hal itu.”, tanyanya lantang padaku. Sontak saja kujawab,
“Kenapa pingin jadi kader Adiwiyata? Kenapa gak milih OSIS, kan lebih dikenal sama guru?”, sanggahku padanya.
“Tapi kan, kalau kita jadi kader Adiwiyata, secara tidak langsung kita juga berperan melestarikan lingkungan.”, jawabnya dengan lugas, membuat keadaan kelas riuh dan memberikan applause meriah untuknya. Sungguh jawaban profesional bagi anak sepertinya.
*****
MOS hari kedua nampaknya tak ada perbedaan dengan hari pertama hanya saja kali ini yang mengisi materi adalah guru-guru SMP, sedangkan panitia inti hanya mendampingi dan memberikan tugas. Sampai hari kedua pun masih untung belum ada peserta MOS yang tahu skenario OSIS. Kali ini, panitia inti memberikan tugas lebih banyak kepada adik-adik kelas yang harus dikumpulkan pada hari terakhir MOS atau besoknya, salah satu tugasnya seperti meminta tanda tangan guru dan karyawan.
“Semua panitia baik inti atau pendamping, harap mematangkan program yang akan dilaksanakan besok!”, perintah Bu Endang, salah satu pembina OSIS, saat rapat lanjutan pulang sekolah. Sang ketua OSIS-pun mengacungkan tangan,
“Permisi Bu, kalau boleh saya usul, sebaiknya mulai sekarang tiap-tiap kelompok yang sudah dibagi mulai mempersiapkan apa-apa saja yang kurang, agar besok maksimal”.
“Ya sudah, kalau begitu untuk kelompok-kelompok inti yang bertugas besok harus bisa optimal kerjanya, supaya program akhir kita ini bisa lebih baik dari tahun kemarin.”, pinta Bu Sriwati, pembina MPK. Serentak kami pun menjawab,
“Amien…..!”
*****

Tata Upacara Bendera

Tata : mengatur, menata, menyusun
Upa : rangkaian
Cara : tindakan, gerakan

Tata Upacara Bendera adalah :
Merangkaikan suatu tindakan atau gerakan dengan susunan secara baik dan benar.
Tindakan atau gerakan yang dirangkaikan serta ditata dengan tertib dan disiplin
Jadi Tata Upacara Bendera adalah tindakan dan gerakan yang dirangkaikan dan ditata dengan tertib dan disiplin. Pada hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.

SEJARAH
Sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia telah melaksanakan upacara, upacara selamatan kelahiran, upacara selamatan panen.

DASAR HUKUM
Pancasila
UUD 1945
UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Inpres No. 14 tahun 1981 ( 1 Desember 1981 ) tentang Urutan Upacara Bendera

MAKSUD DAN TUJUAN
untuk memperoleh suasana yang khidmat, tertib, dan menuntut pemusatan perhatian dari seluruh peserta, maka disusunlah petunjuk pelaksanaan kegiatan ini.
menjadikan sekolah memiliki situasi yang dinamis dalam segala aspek kehidupan bagi para siswa, guru, pembina dan kepala sekolah. Sehingga sekolah memiliki daya kemampuan dan ketangguhan terhadap gangguan-gangguan negatif baik dari dalam maupun luar sekolah, yang akan dapat mengganggu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.

PEJABAT UPACARA
Pembina Upacara
Pemimpin Upacara
Pengatur Upacara
Pembawa Upacara

PETUGAS UPACARA
Pembawa Naskah Pancasila
Pembaca Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pembaca Do’a
Pemimpin Lagu
Kelompok Pengibar / Penurun Bendera
Kelompok Pembawa Lagu
Pemimpin kelompok kelas / regu
Cadangan tiap perangkat

PERLENGKAPAN UPACARA
Bendera Merah Putih
Ukuran perbandingan 2 : 3
Ukuran terbesar 2 X 3 meter
Ukuran terkecil 1 X 1,5 Meter
Tiang Bendera
Minimal 5 meter maksimal 17 meter
Perbandingan bendera dengan tiang 1 : 7
Ukuran yang ideal untuk sekolah tingkat SLTA 7 – 8 meter
Tali Bendera. Diusahakan tali yang digunakan adalah tali layar ( tali kalimetal )dan bukan tali plastic dan tali harus berwarna putih
Naskah-naskah
Intinya naskah harus terlihat selalu bersih
Pancasila
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Naskah Do’a
Naskah Acara

SUSUNAN BARISAN UPACARA
Bentuk Barisan Satu Garis
Suatu bentuk barisan disusun dalam satu garis dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi :
• Shaf Bershaf
• Banjar Bershaf
Bentuk barisan “ U “ / Angkare
Suatu barisan yang disusun dalam bentuk huruf “ U “ atau Angkare dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi
• Shaf Bershaf
• Banjar bershaf
Bentuk Barisan “ L “
• Shaf Bershaf
• Banjar Bershaf
Catatan :
Susunan Barisan Upacara diatas adalah suatu bentuk yang ideal, tetapi hal tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan upacara yang tersedia.

UPACARA DALAM RUANGAN
Upacara yang dilakukan dalam ruangan tidak melaksanakan Upacara Bendera, karena Sang Merah Putih sudah hadir sebagai bendera ruangan.
Bendera ruangan adalah :
• Bendera yang dipasang pada tongkat bendera, terpancang pada standard bendera dan terletak disebelah kanan depan ruangan
• Bendera yang dilekatkan terbentang horizontal di tengah – tengah dinding depan dari ruangan
Bila ada bendera kedua, kita tidak perlu melakukan penghormatan, cukup dengan aba – aba : “ Sang Merah Putih maju ke tempat yang telah ditentukan “.

SUSUNAN ACARA UPACARA
PERSIAPAN
Dipilih dan disiapkan orang-orang yang memiliki kemampuan dan kesiapan untuk tugas tersebut. Bendera, Tali, Tiang, Teks, Pengeras suara, Mimbar, dipersiapkan. Perhatikan daerah sekitar lapangan agar tidak terjadi kekacauan pada saat pelaksanaan.
PENDAHULUAN
Pemimpin Kelas menyiapkan pasukannya
Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara
Penghormatan kepada Pemimpin Upacara
Laporan Pemimpin Kelas kepada Pemimpin Upacara
Kemudian Pemimpin Upacara mengambil alih pimpinan peserta upacara diistirahatkan, (bersamaan dengan itu Tura menjemput Pembina )

ACARA POKOK
Pembina Upacara memasuki lapangan Upacara
Didampingi oleh Tura, saat Tura kembali ketempat semula, pendamping pembina/pembawa naskah Pancasila menempati tempat 2 langkah disebelah kiri belakang pembina Upacara
Penghormatan Umum
Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara
Pengibaran Sang Merah Putih
Mengheningkan Cipta
Pembacaan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Format A : Petugas maju kedepan menghadap Pembina, Lapor
( untuk Lomba dan PHBN )
Format B : Petugas cukup maju kedepan 2 – 3 langkah )
( Upacara hari Senin )
Pembacaan Teks Pancasila
Amanat Pembina Upacara
Menyanyikan Lagu Nasional
Pembacaan Do’a
Laporan Pemimpin Upacara
Penghormatan Umum
Pembina Upacara meninggalkan lapangan Upacara

ACARA PENUTUP
Penghormatan kepada pemimpin Upacara
Pemimpin Upacara kembali ketempat semula

ACARA TAMBAHAN
Pengumuman – penguman
Acara sertijab, penyerahan piala, dsb
Peserta Upacara dapat dibubarkan
Dilakukan oleh Pemimpin Pasukan, Pemimpin pasukan adalah petugas yang mengawali dan mengakhiri jalannya upacara
Keterangan :
Pembacaan Teks Pancasila dan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 1945 dapat dibalikkan posisinya pada Upacara Kesaktian Pancasila.
Upacara penurunan bendera, setengah tiang, dalam ruangan :
Suasana upacara sama dengan upacara bendera hanya pada waktu penurunan bendera dilakukan setelah pembacaan do’a, bendera dinaikan satu tiang penuh seiring dengan selesainya lagu, baru kemudian diturunkan setengah tiang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
• Semua yang hadir pada saat upacara hendaknya melakukan sikap sempurna.
• Gangguan dalam upacara
Apabila kerekan bendera macet, upacara dilanjutkan setelah kerekan dibetulkan. Apabila kerekan putus, kelompok pengibar bendera mengibarkan / membentangkan bendera sampai upacara selesai. Apabila roboh tiangnya, maka upacara ditangguhkan dan apabila hujan turun saat upacara tengah berlangsung maka upacara dilanjutkan (lebih lengkapnya baca petunjuk TUB tahun 1995).





Batu Menangis

Legenda Rakyat Kalimantan.

Darmi memandangi wajahnya lewat cermin yang tergantung di dinding kamarnya.
“Ah aku memang jelita,” katanya. “Lebih pantas bagiku untuk tinggal di istana raja daripada di gubuk reot seperti ini.”
Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Hanya selembar kasur yang tidak empuk tempat dia tidur yang mengisi ruangan itu. Tidak ada meja hias yang sangat dia dambakan. Bahkan lemari untuk pakaian pun hanya sebuah peti bekas. Darmi mengeluh dalam hati.
Darmi memang bukan anak orang kaya. Ibunya hanya seorang janda miskin. Untuk menghidupi mereka berdua, ibunya bekerja membanting tulang dari pagi hingga malam. Pekerjaan apapun dia lakukan. Mencari kayu bakar di hutan, menyabit rumput untuk pakan kambing tetangga, mencucikan baju orang lain, apapun dia kerjakan untuk bisa memperoleh upah. Sebaliknya Darmi adalah anak yang manja. Sedikit pun dia tidak iba melihat ibunya bekerja keras sepanjang hari. Bahkan dengan teganya dia memaksa ibunya untuk memberinya uang jika ada sesuatu yang ingin dibelinya.
“Ibu, ayo berikan uang padaku! Besok akan ada pesta di desa sebelah, aku harus pergi dengan memakai baju baru. Bajuku sudah usang semua,” katanya.
“Nak, kemarin kan kau baru beli baju baru. Pakailah yang itu saja. Lagipula uang ibu hanya cukup untuk makan kita dua hari. Nanti kalau kau pakai untuk membeli baju, kita tidak bisa makan nak!” kata ibunya mengiba.
“Alah itu kan urusan ibu buat cari uang lagi. Baju yang kemarin itu kan sudah aku pakai, malu dong pakai baju yang itu-itu lagi. Nanti apa kata orang! Sudahlah ayo berikan uangnya sekarang!” kata Darmi dengan kasar.
Terpaksa sang ibu memberikan uang yang diminta anaknya itu. Dia memang sangat sayang pada anak semata wayangnya itu.
Begitulah, hari demi hari sang ibu semakin tua dan menderita. Sementara Darmi yang dikaruniai wajah yang cantik semakin boros. Kerjaannya hanya menghabiskan uang untuk membeli baju-baju bagus, alat-alat kosmetik yang mahal dan pergi ke pesta-pesta untuk memamerkan kecantikannya.
Suatu hari Darmi meminta ibunya untuk membelikannya bedak di pasar. Tapi ibunya tidak tahu bedak apa yang dimaksud.
“Sebaiknya kau ikut saja ibu ke pasar, jadi kau bisa memilih sendiri,” kata ibunya.
“Ih, aku malu berjalan bersama ibu. Apa kata orang nanti. Darmi yang jelita berjalan dengan seorang nenek yang kumuh,” katanya sambil mencibir.
“Ya sudah kalau kau malu berjalan bersamaku. Ibu akan berjalan di belakangmu,” ujar ibunya dengan sedih.
“Baiklah, ibu janji ya! Selama perjalanan ibu tidak boleh berjalan di sampingku dan tidak boleh berbicara padaku!” katanya.
Ibunya hanya memandang anaknya dengan sedih lalu mengiyakan.
Akhirnya mereka pun berjalan beriringan. Sangat ganjil kelihatannya. Darmi terlihat sangat cantik dengan baju merah mudanya yang terlihat mahal dan dibelakangnya ibunya yang sudah bungkuk memakai baju lusuh yang penuh tambalan. Di tengah jalan Darmi bertemu dengan teman-temannya dari desa tetangga yang menyapanya.
“Hai Darmi, mau pergi kemana kau?” sapa mereka.
“Aku mau ke pasar,” jawab Darmi.
“Oh, siapa nenek yang di belakangmu itu? Ibumu?” tanya mereka.
“Oh bukan! Bukan!. Mana mungkin ibuku sejelek itu. Dia itu cuma pembantuku,” sahut Darmi cepat-cepat.
Betapa hancur hati ibunya mendengar anak kesayangannya tidak mau mengakuinya sebagai ibunya sendiri. Namun ditahannya rasa dukanya di dalam hati.
Kejadian itu berulang terus menerus sepanjang perjalanan mereka. Semakin lama hati si ibu semakin hancur. Akhirnya dia tidak tahan lagi menahan kesedihannya. Sambil bercucuran air mata dia menegur anaknya.
“Wahai anakku sebegitu malunyakah kau mengakui aku sebagai ibumu? Aku yang melahirkanmu ke dunia ini. Apakah ini balasanmu pada ibumu yang menyayangimu?”
Darmi menoleh dan berkata, “Hah aku tidak minta dilahirkan oleh ibu yang miskin sepertimu. Aku tidak pantas menjadi anak ibu. Lihatlah wajah ibu! Jelek, keriput dan lusuh! Ibu lebih pantas jadi pembantuku daripada jadi ibuku!”
Usai mengucapkan kata-kata kasar tersebut Darmi dengan angkuh kembali meneruskan langkahnya.
Ibunya Darmi sambil bercucuran air mata mengadukan dukanya kepada Tuhan. Wajahnya menengadah ke langit dan dari mulutnya keluarlah kutukan, “Oh Tuhanku! Hamba tidak sanggup lagi menahan rasa sedih di hatiku. Tolong hukumlah anak hamba yang durhaka. Berilah dia hukuman yang setimpal!”
Tiba-tiba langit berubah mendung dan kilat menyambar-nyambar diiringi guntur yang menggelegar. Darmi ketakutan dan hendak berlari ke arah ibunya. Namun dia merasa kakinya begitu berat. Ketika dia memandang ke bawah dilihatnya kakinya telah menjadi batu, lalu kini betisnya, pahanya dan terus naik ke atas. Darmi ketakutan, dia berteriak meminta pertolongan pada ibunya. Tapi ibunya hanya memandangnya dengan berderai air mata.
“Ibu, tolong Darmi bu! Maafkan Darmi. Aku menyesal telah melukai hati ibu. Maafkan aku bu! Tolong aku…” teriaknya. Ibu Darmi tidak tega melihat anaknya menjadi batu, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Nasi sudah menjadi bubur. Kutukan yang terucap tidak bisa ditarik kembali. Akhirnya dia hanya bisa memeluk anaknya yang masih memohon ampun dan menangis hingga akhirnya suaranya hilang dan seluruh tubuhnya menjadi batu.

BANGSAKU apakah KELUARGAKU ?

Indonesia negara hebat? Ya iyalah! Indonesia sejak dahulu memang termasyhur akan adat-istiadat masyarakat yang masih kental dengan nilai dan norma sosial. Mulai dari budaya sopan, ramah dan senyum yang selalu dibiasakan masyarakat Indonesia dan pastinya mendapat sanjungan baik oleh wisatawan mancanegara. Buktinya, banyak sekali tamu-tamu asing yang kagum akan khasanah budaya di Indonesia yang supel dan tidak ada etnik yang menampakkan rasa tidak suka pada tamu asing. Karena kepribadian masyarakat Indonesia yang mulia maka citra dan kharisma bangsa kita ini dapat terangkat dimata dunia. Namun, jika saat ini kita rasakan masihkah predikat akan budaya ketimuran patut kita sandang? Atau, apakah bangsa ini masih menjaga budaya itu?
Hal inilah yang harus menjadi acuan kita untuk memperbaiki kehidupan bangsa ini. Saat ini sudah banyak budaya ketimuran kita terkikis oleh budaya global atau westernisme. Contohnya, pelanggaran HAM yang masih terjadi pada sesama saudara se-tanah air, demonstrasi secara anarki, dan kasus-kasus kerasan antar individu. Dari bukti-bukti ini dapat kita pikirkan sudah seberapa jauhkah bangsa ini menyimpang dari ajaran budaya ketimurannya. Bangsa ini rasanya sudah bukan lagi bangsa yang ramah, bersahaja, dan cinta damai. Buktinya, setiap timbul suatu masalah yang menyangkut masalah kemasyarakatan/kebangsaan atau yang bersifat nasional pasti ujung-ujungnya adalah anarkisme. Sedangkan contoh dalam lingkup yang paling sederhana saja yakni keluarga, sering terjadinya kesalahpahaman atau mungkin beda pendapat antar anggota keluarga yang sudah pasti berakhir dengan tindak kekerasan atau yang paling fatal adalah perpecahan rumah tangga sehingga anaklah yang harus menanggung akibatnya. Banyak sekali sebenarnya dampak keretakan rumah tangga pada anak, seperti anak menjadi kurang perhatian dan bertindak sesuai apa yang ia yakini walupun itu salah, anak kadang kala menjadi minder karenan kasih sayang yang harus terbelah oleh keegoisan orang tua, dan anak harus menjadi tempat pelampiasan kekesalan orang tua. Terus, bagaimana sistem kebangsaan bisa terbentuk bila dalam lingkungan yang kecil saja seperti keluarga, anak-anak selaku generasi muda selalu ditekan mentalnya oleh kekerasan non fisik
Sekolah, organisasi bahkan tempat kerja juga menjadi sorotan tindak kekerasan. Maraknya tawuran antar pelajar, mahasiswa dengan aparat, atau demo buruh yang anarki ternyata merupakan bukti lemahnya nilai-nilai budaya yang selama ini telah dijunjung bangsa ini. Jadi, sia-sia bukan perjuangan The Founding Fathers kita dalam menjaga keutuhan bangsa atas dasar Pancasila karena dirusak oleh sebuah virus hati yang namanya kekerasan.
Mungkin saat ini masih ada sekelompok masyarakat yang berusaha menjaga dan melestarikan nilai-nilai sosial dan tradisi bangsa ini. Tapi, apakah bisa mengembalikan citra bangsa jika komponen yang lain belum mendukung sepenuhnya? Masih banyak masalah kompleks yang dihadapi bangsa kita dan yang harus kita lakukan saat ini atau mendatang adalah bagaimana cara kita untuk menjaga budaya ketimuran khususnya budaya cinta damai agar tidak timbul konflik dan kekerasan yang ujung-ujungnya perpecahan bangsa. Contoh yang paling sederhana adalah menerapkan budaya saling menghargai di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memang lingkungan terkecil dalam sistem kebangsaan namun jika nilai-nilai luhur sudah ditanamkan di sana maka akan membawa manfaat yang sangat besar bagi kehidupan berbangsa di tahun-tahun mendatang. Dengan budaya saling menghargai itu maka dapat membuka pintu hati masing-masing individual dalam keluarga tersebut untuk terbuka dan jujur serta bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Sekaligus dapat memberikan arti positif pada diri anggota keluarga untuk menerima pikiran dari anggota keluarga yang lain sekaligus memfilter akan hal baik atau buruk. Dari hal kecil semacam itu maka sudah berapa banyak penerus bangsa ini khususnya anak-anak yang selamat dari budaya main hakim sendiri utamanya tindak kekerasan. Oleh karena itu, sangatlah baik apabila pendidikan anti kekerasan patut digencarkan pada lingkungan keluarga mulai saat ini dengan cara orang tua memberikan teladan yang baik dihadapan anak-anak mereka. Maka dari itu, agar masayarakat bangsa ini tidak larut dalam buaian virus kekerasan, marilah kita mulai dari jiwa kita sendiri untuk mlestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang sudah terkonsep dalam dasar negara kita Pancasila dan mengikrarkan “STOP KEKERASAN” pada lingkungan yang pertama kali kita kenal yakni keluarga. Dengan hal tersebut maka di tahun-tahun mendatang seluruh masayarakat Indonesia dapat kembali hidup berdampingan di bawah bendera persatuan Indonesia.