Indonesia Bicara

Indonesia Bicara

Kamis, 22 April 2010

MALANG KEMBALI V (2010)

Festival Malang Kembali 2010 : 
Malang Tempo Doeloe



Pelaksanaan :
Tgl 20 s/d 23 Mei 2010 08 – 24.00 WIB

Pembukaan acara :
Tgl 20 Mei 2010 pukul 18.30 WIB

Lokasi Event :
Jalan Besar Ijen ( sepanjang 1,5 Km)

Tema :
Rekonstruksi Budaya Panji

Jumlah Stand :
420 ( ukuran 3×3 m)

Tanggal Pendaftaran stand :
5 – 10 April 2010

Jumlah & Komposisi Stand :
- Makanan Tradisional 126 stand (30%)
- Jajanan & minuman Tradisional 120 stand (25%)
- Kerajinan 63 stand (15%)
- Batik 42 stand (10%)
- Mainan anak-anak 21 stand (5 %)
- Barang Antik 42 stand (10%)
- Jasa tradisi 21 stand ( 5%)

Pra Event : Malang Topeng Carnaval

Pendaftaran : Yayasan INGGIL jl. Gajahmada 4 Malang


Stand-Stand :
1. PANJI KONSERVASI ALAM proses daur ulang/energi alternatif/pertanian organik/alam tanpa pestisida/pengendalian hutan tropis/global warming/penyelamatan bumi
 

2. EDUKASI BUDAYA PANJI folklore panji/keteladanan budi pekerti/panji pahlawan kebudayaan/keseimbangan lingkungan/cinta kasih sesama/semangat perdamaian
 

3.SEMINAR INTERNATIONAL PANJI LydisKeiven (Jerman)/ DR Roger tul (direktur KITLV/DR Abdoel achmad kaeh (Universiti Malaya)? Prof.Dr.Ayu Sutarto M Hum (pakar Folklore Nasional)/Prof.Dr. Setya Yuwono MA? Prof.Dr. Wayan Wedha (Univ. Udayana-Bali)/ Nigel Bullogh

4. SENI PERTUNJUKAN PANJI kentrung/ pencak dor/ wayang beber Pacitan/ krucil/ ludruk/ topeng malangan/ ketoprak/ wayang Jegdong/ panggung Koesploes (Zona colonial)


5. EXHIBISI PANJI duplikat candi relief Panji/ bursa dokumen asli Panji/ sona hutan buatan/ jumpa tokoh Panji (ande2lumut/timun emas/ buto ijo/ yuyu kangkang dll)/pemutaran film 3D Panji/ pameran lukisan/ fotografi/ benda pusaka/ kostum tari panji/ topeng berbagai versi


6.WORKSHOP PANJI tari&filosofi GunungSari/ permainan tradisional/ membuat topeng bahan kayu&kertas/ pupuk alternatif/ mengenal&menatah wayang beber&krucil/ tari Panji senusantara


7. PANJI IKON BUDAYA JAWA TIMUR peringatan 100 hari mbah Karimun/ penghargaan Pahlawan topeng/ gelar tari topeng berbagai versi


8. PASAR RAKYAT 500 stand buday tradisi/ makanan/ jajanan/ barang antik/ pijat&nujum/ batik&kain/ merchandise/ uang kuno/ buku lama/ akik&perhiasan antik


9. PANJI PENDIDIKAN USIA DINI gelar tari topeng massal 3000 anak/ lomba mewarna topeng 1000anak/ cipta permainantraditional/ lomba dongeng/ mocopat guyon maton/ puisi Jawa/ teater Jawa/ karawitan TK


10. TOPENG KARNAVAL pawai topeng tradisi dan kreasi 7000 peserta


11. PAWAI SEPEDA ONTHEL 1000 peserta

( http://www.inggil.com/ )

Filosofi Panji Majapahit



Asta Dasa Kotamaning Prabu atau 18 ilmu kepemimpinan Jawa dari jaman keemasan Kerajaan Majapahit di bumi Nusantara ini. Ke-18 prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut, yakni :

1. Wijaya, artinya seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan karena hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan;

2. Mantriwira, artinya seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun;

3. Natangguan, artinya seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan;

4. Satya Bakti Prabu, artinya seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa;

5. Wagmiwak, artinya seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya;

6. Wicaksaneng Naya, artinya seorang pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat;

7. Sarjawa Upasama, artinya seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa;

8. Dirosaha, artinya seorang pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, pemimpin harus memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan umum;

9. Tan Satresna, maksudnya seorang pemimpin tidak boleh memihak/pilih kasih terhadap salah satu golongan atau memihak saudaranya, tetapi harus mampu mengatasi segala paham golongan, sehingga dengan demikian akan mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya untuk mensukseskan cita-cita bersama;

10. Masihi Samasta Buwana, maksudnya seorang pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia dari Tuhan/Hyang Widi dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat;

11. Sih Samasta Buwana, maksudnya seorang pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin mencintai rakyatnya;

LOKALITAS BUDAYA DALAM PAGAR NEGARA


Kalau kita bicara tentang budaya, hal pertama yang muncul dibenak kita adalah cara hidup dan adat istiadat. Cara hidup menurut masyarakat awam adalah bagaimana perilaku manusia sebagai makhluk individu dan sosial dalam mempertahankan eksistensi kehidupan di lingkungan tempat tinggalnya. Hal inilah yang menjadi tolok ukur pengembangan budaya dari masa nenek moyang kita sampai generasi kita saat ini.

Dalam sangkut paut budaya, kita diibaratkan sebagai suatu komunitas lokal yang sedang membangun kehidupan. Lokalitas adalah penentu kebhinnekaan antara budaya yang satu dengan yang lain dimana budaya-budaya tersebut sedang gencar-gencarnya berkembang. Namun sesuai dengan realita yang ada lokalitas hanya dipandang sebagai sesuatu yang klise. Bahkan lokalitas sudah dimasukkan dalam zona abu-abu yang bisa menyebabkan disintegrasi budaya.

Bicara budaya berarti bicara tempat terbentuknya suatu budaya, sebut saja salah satu contohnya yaitu pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan wahana penetrasi dan asimilasi budaya dari segala aspek. Semua orang tanpa memperhatikan status bercampur baur saling bertransaksi dan berinteraksi.

Jika kita tinjau sejenak 65 tahun kemerdekaan bangsa ini, bisa dipastikan kita sudah mengelami berbagai macam pergolakan revolutif yang mampu mengubah sendi-sendi kehidupan bernegara, politik, ekonomi, dan kelas sosial bangsa ini. Tapi apakah semua pergolakan itu juga mengubah afiliasi budaya yang ada waktu itu? Ya, benar adanya. Dalam prospek budaya, bangsa kita saat ini telah menempatkan pasar tradisonal sebagai wahana budaya kelas bawah. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya pasar “non-tradisional” yang bercakar di bumi nusantara.

Dalam konstitusi negara ini, pemerintah wajib memelihara dan mengembangkan budaya lokal sebagai aset keanekaragaman nasional sesuai pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945. Pada pasal selanjutnya, pemerintah juga menerapkan prinsip ekonomi kerakyatan dimana ekonomi kerakyatan tersebut adalah basis utama budaya. Dari konstitusi yang ada sebenarnya sudah jelas bahwa pasar tradisonal merupakan wahana budaya yang dijamin keberadaanya sampai kapanpun.

Di Kota Malang, kita mengenal salah satu pasar tradisonal yang masih eksis sampai sekarang dan selalu beroperasi setiap hari minggu pagi. Pasar ini dikenal masyarakat dengan nama “Wisata Belanja Tugu Kota Malang”. Sepintas terlihat unik pasar ini, karena metode yang digunakan adalah mirip dengan pasar kaget. Waktu yang dipakai pun representatif karena bertepatan dengan hari libur. Tetapi ketika kita telisik lebih jauh melalui pedagang-pedagang yang ada di sana, ada beberapa hal yang mungkin janggal dari pasar lokal ini.

Menurut salah satu anggota ikatan pedagang Wisata Belanja Tugu, pasar tradisional ini sudah beroperasi sejak 9 tahun yang lalu. Dibukanya wisata budaya ini merupakan desakan masyarakat dan pedagang-pedagang Kota Malang akibat berkurangnya minat berkunjung masyarakat ke pasar tradisional.

Kutampakkan Bumi Hari Ini -22 April 2010-


~\~ Jaga Bumi , Dari Kini ~/~


Selamat Hari Kartini 2010


"MENGUKIR ~KARTINI~ DI HATI IBU PERTIWI"