Indonesia Bicara

Indonesia Bicara

Senin, 21 Februari 2011

KRISIS MESIR : HARAPAN ATAU ANCAMAN BAGI INDONESIA ?

           “Rakyat bergejolak, dunia pun bergejolak”. Itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan sekilas keadaan Mesir saat ini. Sejenak mengulas peristiwa masa lalu, kita tahu bahwa negara yang merdeka pada 23 Juli 1953 ini memiliki kesamaan nasib seperti bangsa kita, Indonesia. Sama-sama dijajah oleh bangsa Eropa, sama-sama memiliki akar budaya yang kuat serta sama-sama memiliki penduduk mayoritas muslim. Yang membedakan hanya usia Mesir lebih muda 8 tahun dari Indonesia. Tak salah jika The Founding Father negeri piramida ini, Gamal Abdul Nasser, mengatakan bahwa “Saya adalah murid Bung Karno”. Sederhana memang ungkapan tersebut, namun mengandung makna yang dalam sekali sebagai suatu traktat yang mengikat hubungan kekerabatan antara Indonesia dengan Mesir.
Hubungan erat yang telah dipupuk semenjak 50 tahun yang lalu menunjukkan bahwa Mesir merupakan mitra terbaik Indonesia dibidang apapun. Dalam hal diplomatis, Mesir termasuk negara-negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia setelah India. Dibidang agama, pengiriman santri-santri terbaik untuk belajar di Universitas Al-Azhar dan Iskandariyah telah lama terjalin bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Dalam ranah ilmu pengetahuan, Mesir juga tak mau ketinggalan. Dibuktikan dengan adanya integrasi ilmu sains barat dan Al-Quran menunjukkan bahwa Mesir bukanlah negara yang konservatif. Tidak salah jika dunia memberi predikat negeri yang berpenduduk 76 juta ini sebagai “Gerbang Penghubung Timur dan Barat”.
Asimilasi 2 hal kontras, yakni budaya timur dan barat, bertahun-tahun menyatu menjadi suatu budaya baru dan kompleks di Mesir. Perkembangan menuju ke arah global juga terus dibangun pada daerah-daerah sentral di negara tersebut. Tidak dapat dipungkiri konflik internal dan ideologi sering terjadi. Bahkan konflik-konflik ini juga telah merambah ke arah krisis multidimensi. Puncaknya terjadi pada akhir Januari 2011, dimana mayoritas masyarakat Mesir turun ke jalan menuntut pemerintah untuk turun. Sampai 18 hari, aksi ini masih diwarnai insiden kekerasan dan akhirnya sang diktator, Husni Mubarak, turun dari jabatannya sebagai presiden Mesir pada 11 Februari 2011 (vivanews.com, 2011).