“Networking”,
mungkin itulah resep utama beberapa orang sukses di dunia ini. Tak bisa
dipungkiri lagi bahwa networking atau
menjalin hubungan dewasa ini telah menjadi golden
ticket bagi setiap orang yang ingin menuju pintu kesuksesan. Zaman sekarang
bukan lagi zaman batu dimana akses komunikasi, informasi, atau perdagangan
bukanlah sebuah kebutuhan primer. Saat ini kita telah masuk dalam gerbang
multidimensi dimana semua akses telah kita rasakan dengan instan serta menjadi
kebutuhan wajib setiap orang.
Buah
yang dapat kita petik dari alam multidimensi ini adalah perkembangan teknologi
informasi yang semakin pesat. Hal ini merupakan nilai positif tersendiri bagi
“pelaku” networking untuk melebarkan
sayap ke dunia global. Perkembangan teknologi informasi dapat terbukti dengan
munculnya berbagai situs jejaring sosial yang semakin memudahkan setiap orang
untuk berkomunikasi dan menjalin relasi dengan orang lain baik dalam skala
regional maupun internasional. Disamping memanfaatkan teknologi yang semakin
berkembang tersebut, kepiawaian seseorang dalam menjalin hubungan hendaknya
perlu dilatih sejak dini.
Dalam
ilmu psikologi, kemahiran networking
dapat diasah dengan cara meningkatkan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan
secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan
pengaruh yang manusiawi (Cooper and
Sawaf, 1998). Kecerdasan emosional sendiri terbagai dalam 5 wilayah yakni
kecerdasan dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 1995). Berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut, dapat ditarik suatu korelasi bahwa hal terpenting yang dibutuhkan
khalayak umum dalam networking adalah
kemampuan dalam mengenali emosi orang lain.
Sesungguhnya
keterampilan dalam memahami emosi orang lain diperoleh apabila kita telah
terbuka pada emosi diri sendiri. Namun dalam membina hubungan pertama baik
dalam pekerjaan, organisasi, atau masyarakat umum setidaknya kita harus tahu
kondisi lingkungan sekitar kita. Banyak orang mampu memahami kondisi
sekelilingnya namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia telah memahami emosi
orang lain juga. Kemampuan dalam memahami inilah yang harus kita asah agar
dapat kita manfaatkan untuk mewujudkan visi-visi kita.
Dengan
memahami emosi orang lain setidaknya kita akan merasa empati dengan perasaan
orang lain. Kita juga bisa memposisikan diri dihadapan lawan bicara kita. Dapat
diambil contoh, seorang karyawan hendak mengajukan kenaikan pangkat atas usaha
kerasnya dalam memasyarakatkan produk perusahaannya. Di sisi lain kondisi sang
bos sedang labil karena telah digugat cerai oleh istrinya. Apabila karyawan ini
tidak bisa membaca gesture atau
ekspresi muka bos, bukan surat promosi kenaikan pangkat bisa-bisa surat resign yang dia bawa pulang. Dari contoh
tersebut, setidaknya kita mendapat gambaran bahwa kita tidak bisa
menyamaratakan kondisi psikis diri kita dengan lawan bicara kita. Kasus lain
misalnya, dalam mengajukan proposal, surat permohonan, atau mengadakan
kerjasama hendaknya posisi kita bukan sebagai subyek bicara. Namun pancinglah
lawan bicara kita agar dia bercerita tentang pekerjaannya, perusahaannya,
isu-isu terkini, bahkan keluarganya. Hal ini terbukti efektif untuk
meningkatkan rasa kepercayaan lawan bicara kita sehingga tujuan yang akan kita
sampaikan nantinya lebih mudah diterima (Ekman,
2009).
Inilah
sebuah fase dimana kita harus terbuka akan kondisi diri dan lawan bicara kita
dalam menjalin sebuah hubungan (networking).
Dalam alam globalisasi saat ini, bukan saatnya lagi kita menutup-nutupi
kelemahan namun bagaimana cara kita mengubah kelemahan tersebut menjadi sebuah
potensi yang dapat dilihat banyak orang. Mengenali emosi orang lain dapat
dikatakan hal sederhana yang bisa dilakukan semua orang. Namun tanpa membuka
dan mengenali potensi diri sendiri, setiap orang tidak akan pernah mengenali
emosi orang lain. Dengan kata lain, memahami kondisi psikis lawan bicara
merupakan kunci utama dalam menjalin dan memperluas hubungan baik dengan
seluruh elemen masyarakat di dunia.