Pertumbuhan sektor
industri ini masih jauh dari memuaskan, bahkan gejala de-industrialisasi dini yang sudah berlangsung dalam
beberapa tahun terakhir, kini makin kuat dirasakan. Ini antara lain
terlihat dari pertumbuhan sektor ini yang masih jauh di bawah pertumbuhan PDB.
Sektor ini terus mengalami perlambatan hingga mencapai titik terendah pada
triwulan ketiga, dengan pertumbuhan hanya 1,3 persen (KADIN, 2010).
Pelemahan
kinerja sektor ini telah menimbulkan dampak yang sangat luas bagi perekonomian.
Struktur ekonomi menjadi semakin rapuh, karena hanya didukung oleh perkembangan
sektor-sektor yang kurang menyerap tenaga kerja formal dan cenderung menyerap
pekerja informal. Gejala tersebut perlu segera diatasi karena tidak sejalan
dengan pematangan struktur ekonomi agar menjadi lebih tangguh dan modern, yang
bisa menyejahterakan lapisan terbesar masyarakat. Indonesia akan sangat
sulit menjadi negara maju jika sektor informal terlalu besar, karena
produktivitas perekonomian akan sulit berkembang. Tantangan bagi sektor
industri manufaktur terus menghadang. Akhir-akhir ini deraan krisis
listrik kian menjadi-jadi. Ditambah lagi dengan implementasi Asean-China free
trade agreement (ACFTA) yang nyaris penuh mulai 2010. Apabila kita
melihat secara global, sejatinya ACFTA ibarat dua mata uang yang memiliki
keuntungan. Di satu sisi bangsa ini dapat mempromosikan secara gencar produk
dalam negeri di pasaran internasional, sementara di sisi lain pembiayaan ekspor
produk dalam negeri dapat diminimalisir. Namun keuntungan ini sangat kecil
harapannya karena belum didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang
memadai.
Di
awal tahun 2012, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendongkrak penggunaan produk-produk dalam negeri dalam
mengahadapi perdagangan bebas regional maupun internasional, baik melalui penerapan
berbagai macam regulasi teknis dan tata niaga untuk pengamanan pasar dalam
negeri, serta program-program promosi seperti kampanye cinta produk dalam
negeri, sosialisasi produk dalam negeri maupun pameran-pameran. Pemerintah juga mengajak
kepada semua pihak agar terus memberikan dukungan untuk meningkatkan daya saing
melalui optimalisasi penggunaan produk dalam negeri dengan menjaga kualitas dan
standar. Langkah teknis yang dilakukan pemerintah pertama kali yakni
restrukturisasi industri. Langkah ini terkait dengan pemanfaatan teknologi yang
efisien, hemat energi, dan ramah lingkungan melalui restrukturisasi permesinan
atau peralatan produksi yang lebih eco-friendly. Misalnya pada
industri tekstil dan alas kaki, industri gula, serta industri pupuk.
Selanjutnya, menjamin kecukupan bahan baku yang terkait
dengan pengembangan industri hulu seperti industri gas,kimia dasar, dan logam dasar. Diikuti dengan peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM) industri melalui fasilitasi pembangunan unit pelayanan teknis
(UPT) untuk mendukung pelatihan dengan keahlian khusus di bidang industri. Dan
yang terakhir yakni perbaikan pelayanan publik melalui birokrasi yang efektif,
efisien, dan akuntabel.
Sementara
itu, di bidang perdagangan, pemerintah melalui kementerian perindustrian telah
melakukan inisiatif untuk penguatan pasar dalam negeri melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk
industri, kebijakan Tata Niaga seperti penerapan Importir Produsen (IP) maupun
Importir Terdaftar (IT), penerapan trade defends seperti safeguard, anti
dumping, dan countervailing duties, serta optimalisasi
peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di semua lini kehidupan dan
kegiatan perekonomian.
Upaya-upaya
tersebut telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, di mana pertumbuhan
industri non-migas pada akhir tahun 2011 mencapai 6,83% lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,46%. “Kita semua patut mensyukuri hal tersebut,
di mana peningkatan itu merupakan yang pertama kali sejak tahun 2005,”
ungkapnya. Menperin menjelaskan, jika tercatat pertumbuhan industri di atas
pertumbuhan ekonomi, itu menjadi salah satu indikator pergerakan dan
pertumbuhan industri dalam negeri ke arah yang positif (Kemenperin, 2012).
Peningkatan
kemampuan industri dalam negeri harus dipacu melalui kegiatan verifikasi
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai Instruksi Presiden RI nomor 2 Tahun
2009 tentang Penggunaan Produksi Dalam Negeri. Hal tersebut penting
dilaksanakan untuk mengukur kemampuan industri nasional dalam menghadapi
dinamisme persaingan industri secara global. Berbagai kebijakan diarahkan
kepada optimalisasi penggunaan produk dalam negeri, terutama pada pengadaan
barang atau jasa oleh Pemerintah. Hal ini sesuai Peraturan Presiden nomor 54
tahun 2010. Sehingga nantinya diharapkan TKDN akan tampil sebagai identitas
suatu produk industri dalam negeri. Melalui serangkaian produk hukum yang telah
diupayakan pemerintah diharapkan daya saing industri Indonesia dapat
teroptimalisasi disertai daya dukung masyarakat dalam menggunakan produk-produk
dalam negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Banyak buat yang udah comment, ngasi saran, kritik ato pesan-pesan