1. Hiperbola
Rumus : suatu gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan (hiper/hyper : lebih; menyangatkan).
Contoh : Ibu itu terkejut setengah mati ketika mendengar anaknya tidak lulus ujian nasional. (maksud terkejut setengah mati adalah terkejut sekali)
2. Ironi
Rumus : gaya bahasa yang bersifat menyindir dengan halus.
Contoh : Pandai sekali kau baru datang ketika rapat mau selesai
(terdapat dua frasa yang mengalami perbedaan makna secara kontras yakni “pandai sekali” dan “baru datang”)
3. Litotes
Rumus : gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu yang baik menjadi bersifat negative (merendahkan diri sendiri).
Contoh : Kalau ke Malang sempatkanlah untuk mampir ke gubuk saya. (maksud gubuk adalah rumah, walaupun rumahnya besar dan mewah)
4. Paradoks
Rumus : gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
contoh : Aku masih merasa kesepian dalam suasana pesta ulang tahun yang meriah ini.
(pernyataan di atas maknanya hamper sama dengan ironi, namun dalam penyampaiannya sangat berbeda karena tujuan dari paradoks bukan sebagai sindiran namun premis umum)
5. Antitesis
gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dalam satu frasa (lawan kata).
contoh : (tua muda ; kaya miskin)
Tua, muda, kaya, miskin, semua bersatu padu dalam pesta demokrasi kali ini.
(maksud : frasa-frasa yang berlawanan kata digunakan secara langsung secara berurutan)
6. Oksimoron
Rumus : gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.
Contoh: Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat membahayakan.
7. Paronomosia
Rumus : gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya.
Contoh: Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah. (maksud : frasa 1 menyatakan racun sedangkan frasa 2 menyatakan kesanggupan)
8. Zeugma
Rumus : gaya bahasa yang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain.
Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahkan kedua kata berikutnya sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari padanya.
Contoh: Kami sudah mendengar berita itu dari radio dan surat kabar.
(maksud : mendengar berita secara logika hanya dapat dilakukan melalui radio, namun untuk menegaskan makna dan menghindari pleonastis maka kata mendengar juga berlaku untuk surat kabar)